Sombong adalah masalah hati. Saat menegur orang yang isbal sebagaiamana yang dipraktekan oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam demikian juga para sahabat, mereka tidak pernah sama sekali bertanya sebelum menegur: "Apakah engkau melakukannya karena sombong? Kalau tidak, no problem. Kalau benar lantaran sombong, angkat celanamu!" Seandainya isbal tanpa diiringi sombong diijinkan, artinya tatkala menegur orang yang isbal seakan-akan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam sedang menuduhnya sombong. Demikian juga para sahabat tatkala menegur orang yang isbal berarti telah menuduhnya sombong. Padahal kesombongan tempatnya di hati, sesuatu yang sama sekali tidak diketahui oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dan para sahabat.
Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda : إِنِّي لَمْ أُوْمَرْ أَنْ أُنَقِّبَ قُلُوْبَ النَّاسِ . Artinya: "Sesungguhnya aku tidak diperintah untuk mengorek isi hati manusia ." (HR :Bukhari no 4351)
Syaikh Bakr Abu Zaid berargumen, "Kalau larangan isbal hanya hanya bertautan dengan sikap sombong, tidak terlarang secara mutlak, maka pengingkaran terhadap isbal tidak boleh sama sekali, karena kesombongan merupakan amalan hati. Padahal telah terbukti pengingkaran (Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallamdan para sahabat) terhadap orang yang isbal tanpa mempertimbangkan motivasi pelakunya. (sombong atau tidak)." (Haduts Tsaub hal 22)