Hukum transfer qurban ke daerah lain sebenarnya dibolehkan jika memang ada maslahat.
Murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, yaitu Syaikh Kholid Mushlih diajukan pertanyaan mengenai hukum memindahkan qurban untuk disembelih di daerah lain baik masih dalam satu negara atau dipindahkan ke negara lain dengann alasan karena lebih banyak kaum muslimin yang membutuhkan pada daging qurban ini dibanding dengan kaum muslimin di negerinya.
Beliau menjawab dengan terlebih dahulu mengucap tahmid dan shalawat, lalu beliau berkata,
"Kepada yang bertanya, ketahuilah bahwa maslahat besar dengan memperhatikan kebutuhan kaum muslimin yang miskin sangat diperhatikan oleh syari’at islam bahkan termasuk dalam salah satu maqoshid syari’at yang utama. Di antara maslahat yang dianggap besar adalah memindahkan qurban dari negeri shohibul qurban ke negeri lainnya. Hal ini dibolehkan karena tidak ada dalil dari kitabullah, tidak pula dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal ini. Sehingga hukum asalnya adalah boleh. Jika zakat yang wajib saja boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain jika ada maslahat, bagaimana lagi dengan qurban yang dihukumi sunnah".
Sebagian ulama berpendapat tidak bolehnya hal ini karena syi’ar qurban ini akan luput. Dalilnya, firman Allah Ta’ala,
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al Hajj: 36).
Berdalil dengan dalil di atas kurang tepat dari dua sisi:
Pertama: Manusia tidak semuanya melakukan penyembelihan qurban di luar negerinya, namun ada yang masih tetap berqurban di negerinya sendiri. Jadi syi’ar qurban masih tetap ada.
Kedua: Jika saja semua orang melakukan qurbannya di luar negerinya, maka tetap syi’ar qurban masih ada, tidak ternafikan, semakin kuat di negeri lain, namun barangkali berkurang di negerinya. Akan tetapi, ini dilakukan karena adanya hajat dan mashalat.
Sebagaimana maksud dari qurban adalah menghidupkan syi’at ini di setiap negeri dengan memberikan manfaat bagi banyak kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37).
Ada hadits shahih dalam shahih Bukhari dan Muslim dari jalan Abu ‘Ashim, dari Yazid bin Abu ‘Ubaid dari Salamah bin Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berqurban di antara kalian janganlah ia
menyisakan sesuatu pun (dari hasil qurban) di rumahnya.” Ketika datang
tahun berikutnya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami
melakukan seperti yang diperintahkan tahun yang lalu.” Beliau pun
bersabda, “(Saat ini), makan dan berilah makan serta simpanlah karena
pada saat itu banyak yang butuh, maka aku bermaksud untuk menolong
mereka dalam hal itu.”
Ketika syari’at melihat ada kebutuhan akan daging qurban, maka dilarang disimpan lebih dari tiga hari. Ketika alasan seperti ini hilang, maka terhapuslah larangan tadi. Oleh karena itu, kami melihat tidak mengapa berfatwa membolehkan memindahkan penyembelihan qurban ke daerah lain di mana di daerah tersebut kaum muslimin sangat butuh. Sejumlah besar kaum muslimin saat ini tergeletak di tanah, di bawah langit terbuka, dalam keadaan tak punya apa-apa, bahkan ada yang sampai mati kelaparan, dan perlunya kita berdiri bersanding dengan mereka karena mereka memang betul-betul butuh uluran tangan kita.
Kita bisa membantu keadaan mereka dengan zakat dan sedekah, juga dengan qurban yang ditransfer ke negeri mereka. Jadi syari’at qurban sebenarnya tidak mengharuskan melakukan di negeri shohibul qurban. Walau kita tidak bisa menyantap hasil qurban yang kita miliki, namun kita memperoleh keutamaan karena telah menolong fakir miskin yang muslim yang benar-benar butuh.
Wallahu a’lam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Sumber pembahasan: http://almoslim.net/node/82242
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 3 Dzulqo’dah 1433 H
Sumber : www.rumaysho.com
Murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, yaitu Syaikh Kholid Mushlih diajukan pertanyaan mengenai hukum memindahkan qurban untuk disembelih di daerah lain baik masih dalam satu negara atau dipindahkan ke negara lain dengann alasan karena lebih banyak kaum muslimin yang membutuhkan pada daging qurban ini dibanding dengan kaum muslimin di negerinya.
Beliau menjawab dengan terlebih dahulu mengucap tahmid dan shalawat, lalu beliau berkata,
"Kepada yang bertanya, ketahuilah bahwa maslahat besar dengan memperhatikan kebutuhan kaum muslimin yang miskin sangat diperhatikan oleh syari’at islam bahkan termasuk dalam salah satu maqoshid syari’at yang utama. Di antara maslahat yang dianggap besar adalah memindahkan qurban dari negeri shohibul qurban ke negeri lainnya. Hal ini dibolehkan karena tidak ada dalil dari kitabullah, tidak pula dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal ini. Sehingga hukum asalnya adalah boleh. Jika zakat yang wajib saja boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain jika ada maslahat, bagaimana lagi dengan qurban yang dihukumi sunnah".
Sebagian ulama berpendapat tidak bolehnya hal ini karena syi’ar qurban ini akan luput. Dalilnya, firman Allah Ta’ala,
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ
سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Berdalil dengan dalil di atas kurang tepat dari dua sisi:
Pertama: Manusia tidak semuanya melakukan penyembelihan qurban di luar negerinya, namun ada yang masih tetap berqurban di negerinya sendiri. Jadi syi’ar qurban masih tetap ada.
Kedua: Jika saja semua orang melakukan qurbannya di luar negerinya, maka tetap syi’ar qurban masih ada, tidak ternafikan, semakin kuat di negeri lain, namun barangkali berkurang di negerinya. Akan tetapi, ini dilakukan karena adanya hajat dan mashalat.
Sebagaimana maksud dari qurban adalah menghidupkan syi’at ini di setiap negeri dengan memberikan manfaat bagi banyak kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Ada hadits shahih dalam shahih Bukhari dan Muslim dari jalan Abu ‘Ashim, dari Yazid bin Abu ‘Ubaid dari Salamah bin Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ
مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى قَالَ « كُلُوا
وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ
جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »
Ketika syari’at melihat ada kebutuhan akan daging qurban, maka dilarang disimpan lebih dari tiga hari. Ketika alasan seperti ini hilang, maka terhapuslah larangan tadi. Oleh karena itu, kami melihat tidak mengapa berfatwa membolehkan memindahkan penyembelihan qurban ke daerah lain di mana di daerah tersebut kaum muslimin sangat butuh. Sejumlah besar kaum muslimin saat ini tergeletak di tanah, di bawah langit terbuka, dalam keadaan tak punya apa-apa, bahkan ada yang sampai mati kelaparan, dan perlunya kita berdiri bersanding dengan mereka karena mereka memang betul-betul butuh uluran tangan kita.
Kita bisa membantu keadaan mereka dengan zakat dan sedekah, juga dengan qurban yang ditransfer ke negeri mereka. Jadi syari’at qurban sebenarnya tidak mengharuskan melakukan di negeri shohibul qurban. Walau kita tidak bisa menyantap hasil qurban yang kita miliki, namun kita memperoleh keutamaan karena telah menolong fakir miskin yang muslim yang benar-benar butuh.
Wallahu a’lam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Sumber pembahasan: http://almoslim.net/node/82242
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 3 Dzulqo’dah 1433 H
Sumber : www.rumaysho.com
No comments:
Post a Comment
dimohon komentar yang layak