Pages

Thursday

DISYARI'ATKAN SUTRAH SAAT SHALAT (1)

 

Shalat merupakan amal ibadah yang sangat agung dan mulia. Betapa tidak, Alloh dan RasulNya selalu menyebutnya, memuji orang-orang yang menegakkannya dan mengancam keras orang-orang yang melalaikannya, lebih-lebih meninggalkannya. Setiap muslim dan muslimah pasti mendambakan agar shalatnya diterima oleh Alloh. Namun bagaimanakah caranya agar amal ibadah ini diterima olehNya, berpahala, dan tak sia-sia belaka?! 

Sebagaimana lazimnya seluruh ibadah, shalat seorang hamba sia-sia kecuali memenuhi dua syarat:  

Pertama: Ikhlas.[1] Seorang harus benar-benar memurnikan niatnya hanya untuk Alloh, bukan karena pamrih kepada manusia, bangga terhadap dirinya, atau penyakit hati lainnya. Syarat ini, sekalipun memang berat—bahkan lebih sulit dari syarat kedua—tetapi barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh, niscaya akan dimudahkan oleh Alloh.  

Kedua: Al-Ittiba’. Seorang harus berupaya untuk mencontoh tata cara shalat yang telah dituntunkan oleh Nabi yang mulia. Hal ini sebagaimana tertera dalam hadits:
 
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat
(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad) 

Wednesday

PENYEBAB PUTUSNYA TALI SILATURRAHIM

 

Tali kekerabatan harus selalu rapat dan erat. Beragam gejala yang berpotensi merenggangkannya mesti diantisipasi dengan cepat, supaya keharmonisan hubungan tetap terjaga, kuat lagi hangat. Semua anggota kerabat akan menikmati rahmat dari Allâh Ta'âla lantaran menjunjung tinggi tali silaturrahim yang sangat ditekankan oleh syariat.
Sebaliknya, ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan dampak negatif. Alasannya, tali silaturrahim lambat laun akan mengalami perenggangan. Pemutusan tali silaturrahim berdampak mengikis solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan menumbuhkan egoisme. Sering terdengar di masyarakat banyaknya kasus putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan silaturrahim ini, Islam sangat tegas ancamannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Qs Muhammad:22-23
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang- orang yang dila’nati Allâh
dan Allâh tulikan telinga mereka dan Allâh butakan penglihatan mereka.

(QS Muhammad/47:22-23)

KETIKA BUSANA MUSLIAH DITINGGALKAN (2)


BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIB

Persoalan hijab (busana muslimah yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab dasar perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh Ta'âla berfirman :

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)

Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
 "Allâh berfirman untuk memerintahkan Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah secara khusus kepada istri-istri dan putri-putri beliau untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Supaya dapat dibedakan dengan wanita-wanita jahiliyyah dan ciri khas budak-budak wanita. Yang dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."