Pages

Wednesday

HUKUM MENGGUAKAN KUAS DARI BULU BABI


Menurut mayoritas ulama, bulu atau rambut babi itu najis, maka tidak boleh digunakan karena sama saja menggunakan sesuatu yang najis secara zatnya. Ulama Hanafiyah masih membolehkan penggunaannya jika dalam keadaan darurat. Sedangkan ulama Malikiyah menganggap bahwa bulu babi itu suci. Jika bulu tersebut dipotong, maka boleh saja digunakan, meskipun terpotongnya setelah babi tersebut mati.

Alasannya, bulu atau rambut bukanlah bagian yang memiliki kehidupan. Sesuatu yang tidak memiliki kehidupan, maka tidaklah najis ketika mati. Namun dianjurkan untuk mencuci bulu tersebut jika ragu akan suci atau najisnya. Sedangkan jika bulu babi tersebut dicabut, maka tidaklah suci.

Jadi, ulama Malikiyah bersendirian dalam mengatakan sucinya bulu babi, berbeda dengan pendapat mayoritas ulama madzhab. Menurut Malikiyah, bila bulu tersebut dipotong, bukan dicabut, maka bulu tersebut tetap suci. Beda halnya jika dicabut karena akar dari tubuh babi tersebut najis, sedangkan atasnya tetap suci. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ

Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS. An Nahl: 80).

HUKUMNYA MENGIRIM QURBAN KEDAERAH LAIN

Hukum transfer qurban ke daerah lain sebenarnya dibolehkan jika memang ada maslahat.
Murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, yaitu Syaikh Kholid Mushlih diajukan pertanyaan mengenai hukum memindahkan qurban untuk disembelih di daerah lain baik masih dalam satu negara atau dipindahkan ke negara lain dengann alasan karena lebih banyak kaum muslimin yang membutuhkan pada daging qurban ini dibanding dengan kaum muslimin di negerinya.

Beliau menjawab dengan terlebih dahulu mengucap tahmid dan shalawat, lalu beliau berkata,

"Kepada yang bertanya, ketahuilah bahwa maslahat besar dengan memperhatikan kebutuhan kaum muslimin yang miskin sangat diperhatikan oleh syari’at islam bahkan termasuk dalam salah satu maqoshid syari’at yang utama. Di antara maslahat yang dianggap besar adalah memindahkan qurban dari negeri shohibul qurban ke negeri lainnya. Hal ini dibolehkan karena tidak ada dalil dari kitabullah, tidak pula dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal ini. Sehingga hukum asalnya adalah boleh. Jika zakat yang wajib saja boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain jika ada maslahat, bagaimana lagi dengan qurban yang dihukumi sunnah".

HUKUM SHOLAT TARAWIH 23 RAKA'AT DENGAN CEPAT


Shalat Tarawih Disunnahkan Berjama'ah

Syaikh 'Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim rahimahullah berkata,
"Hukum shalat tarawih adalah sunnah. Shalat tersebut dilakukan dengan berjama'ah lebih afdhol. Karena hal ini sudah ma'ruf di tengah-tengah sahabat dan para ulama sesudahnya telah menyepakatinya." (Syarh Wazhoif Ramadhan, hal. 133).

Shalat Tarawih dengan Jumlah Raka'at yang Banyak Namun CEPAT SEKALI

Beliau rahimahullah berkata,

"Banyak sekali imam yang ketika melaksanakan shalat tarawih tanpa memakai nalar. Mereka melakukannya tanpa ada thuma'ninah ketika ruku' dan sujud. Padahal thuma'ninah termasuk rukun shalat. Dalam shalat kita pun dituntut untuk menghadirkan hati dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah yang dibaca. Tentu thuma'ninah dan khusyu' tidak didapati ketika seseorang ngebut dalam shalatnya. Jika mau dinilai, sedikit raka'at namun disertai khusyu' ketika ruku' dan sujud itu lebih baik daripada banyak raka'at namun dilakukan dengan ngebut yang jelas dilarang dalam shalat.
Kalau mau dikata, mengerjakan shalat malam dengan 10 raka'at namun ada thuma'ninah lebih baik daripada 20 raka'at dengan tergesa-gesa. Karena ruh shalat adalah ketika hati itu benar-benar menghadap Allah".
Begitu pula membaca Al Qur'an dengan tartil lebih baik daripada dengan terburu-buru. Yang masih dibolehkan adalah dalam keadaan cepat namun tidak ada satu huruf pun yang luput dibaca. Yang tidak dibolehkan adalah jika sampai menghilangkan satu huruf bacaan karena terburu-buru dalam shalat. Namun jika dibaca dengan bacaan yang jelas dan para jama'ah pun dapat mengambil manfaat, maka itu lebih baik.
 Allah pun mencela orang yang membaca Al Qur'an namun tidak memahaminya seperti disebutkan dalam ayat,