Pages

Monday

HUKUM TALANGAN HAJI


Penulis: Ust. Ammi Nur Baits, S.T.

Ketika sedang menunggu shalat berjamaah di salah satu masjid, tiba-tiba ada seorang jamaah yang menyapa saya,
"Mas, daftar haji untuk tahun ini, baru bisa berangkat 2018. Untuk bisa daftar, cukup dengan modal 5 jutaan. Nanti, bayar DP 5 jutaan di bank-bank syariah. Sambil melunasi, kita bayar ujrah sekitar 1,5 juta."

Merasa penasaran, saya balik bertanya,
"Kok, malah kita disuruh bayar, kita 'kan yang naruh uang di bank?" 

Bapak itu, yang kebetulan pemilik salah satu KBIH di Yogyakarta, akhirnya melengkapi penjelasannya,
"Kita bayar 5 juta, nanti bank syariah memberikan fasilitas talangan haji sebesar 25 juta. Ujrah itu sebagai ganti dari biaya talangan haji yang diberikan bank."

HARTA HARAM BERUBAH MENJADI HALAL

Syekh Shalih Alu Syaikh, Menteri Agama KSA saat ini, mengatakan, “Di antara permasalahan yang disinggung oleh para ulama ketika membahas hadits keenam dalam kitab Arbain An-Nawawiyyah (yaitu hadits yang berisi perintah untuk menjauhi sesuatu yang belum jelas kehalalannya, pent.) adalah permasalahan memakan harta orang yang pendapatannya bercampur antara sumber yang halal dengan sumber yang haram. Misalnya: Tetangga yang kita ketahui memiliki sumber pendapatan yang haram, berupa menerima uang suap, memakan riba, atau semisalnya, namun di sisi lain dia memiliki sumber pendapatan yang halal. Apa hukum harta orang semisal ini?"

Dalam masalah ini, ada beberapa pendapat ulama:

HADIAH BAGI DOKTER DARI PERUSAHAAN OBAT

Menimbang adanya persaingan ketat di antara perusahaan obat yang demikian banyak, maka perwakilan perusahaan obat memberikan hadiah kepada para dokter semisal pena yang tercantum padanya nama perusahaan, jam, tape recorder dll. Hadiah-hadiah tersebut adalah kompensasi karena dokter meresepkan obat yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Perlu diketahui bahwa perusahaan obat memang telah menyiapkan anggaran khusus untuk iklan. Terkadang perusahaan obat menjanjikan hadiah dengan nilai tertentu sebagai kompensasi karena telah meresepkan obat tertentu dalam jumlah tertentu.

Terkadang perusahaan obat menjanjikan kepada dokter hadiah sebagai kompensasi karena telah meresepkan obat tertentu tanpa menargetkan nilai tertentu untuk obat yang diresepkan. Terkadang isi obat sama, akan tetapi obat tersebut diproduksi oleh beberapa perusahaan dengan nama yang berbeda-beda. Seorang dokter lantas meresepkan obat yang perwakilan perusahaan pemroduksinya rutin mengunjunginya dengan membawa berbagai macam hadiah. Apakah memasarkan obat dengan cara semacam ini diperbolehkan ataukah tidak? Apa hukum hadiah perusahaan obat kepada dokter?

Jawaban Lajnah Daimah: