39. Dzikir dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan
harta, juga dapat menyamai seseorang yang menunggang kuda dan berperang
dengan pedang (dalam rangka berjihad) di jalan Allah. Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ
عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
“
Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa
syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain
qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10
budak.”[1]
Ibnu Mas’ud mengatakan,
“Sungguh aku banyak bertasbih pada Allah
Ta’ala (mengucapkan subhanallah) lebih aku sukai dari beberapa dinar
yang aku infakkan fii sabilillah (di jalan Allah).”
40. Dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah
Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ
وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ
تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى
ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah,
aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan
di setiap akhir shalat
bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’
(Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah
yang baik pada-Mu).”
[2]