Kita biasa saksikan di tengah-tengah masyarakat kita mengenai tradisi kirim pahala. Dalam do’a mereka katakan, “Ilaa hadroti ‘fulan’, al fatihaah”. Bagaimanakah pandangan Islam tentang hal ini? Apakah amalan semacam itu diajarkan dalam Islam?
Syaikh Muhammad Nashiruddin dalam Ahkamul Janaiz menyebutkan,
“Perkataan yang masyhur di tengah-tengah masyarakat di berbagai
negeri, “(Kirim pahala) Al Fatihah pada ruh ‘fulan’ ” adalah menyelisihi
ajaran Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, itu
termasuk amalan yang tiada tuntunan tanpa diragukan lagi. Lebih-lebih
pahala bacaan Qur’an tidak sampai pada orang yang telah mati menurut
pendapat yang lebih tepat".
Dalam Ahkamul Janaiz disebutkan pula,
“Adapun membaca Al Qur’an ketika ziarah kubur, maka tidak ada
landasan dalil sama sekali. Bahkan hadits yang membicarakan hal tersebut
yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan amalan tersebut tidak
disyari’atkan. Dan seandainya hal tersebut disyari’atkan, tentu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melakukannya, begitu pula para sahabat. Ketika ‘Aisyah -istri yang paling dicintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam - bertanya pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai apa yang dibaca ketika ziarah kubur, maka yang dianjarkan pada
‘Aisyah adalah ucapan salam dan do’a. Dan tidak dianjarkan membaca Al
Fatihah atau bacaan Qur’an lainnya. Seandainya membaca Al Qur’an tatkala ziarah kubur itu disyari’atkan, maka tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak diam. Bagaimana beliau bisa mengakhirkan penjelasan dari waktu
yang dibutuhkan? Tentu tidak boleh, sebagaimana telah diketahui dalam
ilmu ‘ushul. Mana mungkin bisa diam dalam kondisi semacam itu?
Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan pada
para sahabat akan hal itu, tentu akan sampai pada kita. Jika tidak ada
riwayat sanad dalam perkara ini, maka itu menunjukkan amalan tersebut
tidak ada.”
Sumber artikel Rumaysho.com:
Syaikh Muhammad Nashiruddin dalam Ahkamul Janaiz menyebutkan,
أن
قول الناس اليوم في بعض البلاد: " الفاتحة على روح فلان " مخالف للسنة
المذكورة، فهو بدعة بلا شك، لا سيما والقراءة لا تصل إلى الموتى على القول
الصحيح
Dalam Ahkamul Janaiz disebutkan pula,
وأما
قراءة القرآن عند زيارتها، فمما لا أصل له في السنة، بل الاحاديث المذكورة
في المسألة السابقة تشعر بعدم مشروعيتها، إذ لو كانت مشروعة، لفعلها رسول
الله وعلمها أصحابه، لا سيما وقد سألته عائشة رضي الله عنها - وهي من أحب
الناس إليه - عما تقول إذا زارت القبور؟ فعلمها السلام والدعاء.
ولم
يعلمها أن تقرأ الفاتحة أو غيرها من القرآن، فلو أن القراءة كانت مشروعة
لما كتم ذلك عنها، كيف وتأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز كما تقرر في
علم الاصول، فكيف بالكتمان، ولو أنه علمهم شيئا من ذلك لنقل إلينا، فإذ لم
ينقل بالسند الثابت دل على أنه لم يقع.
Hanya Allah yang memberi petunjuk kepada kebenaran.
Sumber artikel Rumaysho.com:
No comments:
Post a Comment
dimohon komentar yang layak